Tuesday, October 18, 2011

Morning Brew by Nina Addison

  
Morning Brew by Nina Addison
Paperback, 224 pages
Published September 2011 by PT Gramedia Pustaka


Tertarik dengan sinopsisnya, yang menceritakan tiga orang sahabat, Ivana, , Danny dan Ren, yang harus patah hati dan putus cinta ditinggal pergi pacarnya Boy kuliah ke luar negeri. Walaupun pacaran hampir 8 tahun, tapi Boy tidak menginginkan LDR, secara mengejutkan dia ingin berpisah dengan Ren. Ren yang patah hati harus tetap bekerja demi melupakan kepingan-kepingan memori yang telah dia dan Boy ciptakan selama kurang lebih 8tahun belakangan ini. Morning Brew lah tempat ia mencurahkan segala isi hatinya, dan kepada Danny dan Ivana lah segala unek-unek dihatinya tumpah begitu saja. 

Morning Brew bukan hanya sekedar lokasi tempat dia menjalankan aktivitasnya sehari-hari, tapi tempat dimana dia mendapatkan pelajaran hidup bersama kedua sahabatnya. Siapa bilang kerja di cafe itu gak bagus? Siapa bilang kalau kerja di cafe itu lantas di judge sebagai orang yang gak berpendidikan? Don't judge someone if you don't know what they had gone through. 

Hari demi hari, meski Ren masih memikirkan Boy, ia mulai membuka hati untuk lelaki lain. Beberapa singgah dihatinya tapi tak pernah benar-benar menghuni hati pemiliknya. Ia bahkan diselingkuhi oleh pacarnya. 

Maka seketika ku sadari,gak semua orang yang gonta - ganti pacar itu bisa dikatakan sebagai playboy atau playgirl. They just try to find the right one walau konsep "berpacaran dengan B semata-mata untuk melupakan si A sangat tidak kusetujui", karena itu sama aja dengan menyakiti hati & perasaan orang lain. 

You won't get anything by making someone as the replacement of someone else. Cintai seseorang ketika kamu benar-benar siap, bukan ketika kamu kesepian. 

Suka banget dengan kata-kata mama Ren,"Memang semua butuh waktu. Walaupun terkadang kita nggak akan jadi orang yang sama seperti dulu saat kita masih bersama orang itu. Cuma yang harus kalian ingat, jangan sekali -sekali menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain." 

"Kamu harus berhenti mengkhawatirkan reaksi orang lain, Ren. Pendapat orang lain memang berpengaruh, tapi bukan itu yang jadi penentu. Ini hidupmu, bukan orang lain yang akan menjalaninya, tapi kamu." 

Recommended :)

No comments:

Post a Comment